Respon Prof Dr. Ahmad Kholik, MA terhadap tulisan pakar Associate Agustianto Mingka tentang MES.
(Prof Ahmad Kholik Adalah Ketua ICMI Jabar Wilayah Barat, Aktivis MES, Dewan Pakar IAEI)
Tulisan yang sangat keren mantap Prof Agustanto Mingka
Saya berikan respon ya Prof.
Baik, ada beberapa hal penting yang saya tangkap dari tulisan Prof Agus antara lain ;
1. Stagnasi MES dalam Perspektif Organisasi dan Gerakan Sosial
Sejak berdiri pada tahun 2001, Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) dipandang sebagai wadah strategis yang mampu menyatukan regulator, praktisi, akademisi, ulama, dan masyarakat luas dalam mengarusutamakan ekonomi syariah di Indonesia.
Harapan publik semakin menguat ketika Erick Thohir, Menteri BUMN, terpilih sebagai Ketua Umum pada Januari 2021. Nama besar beliau diyakini dapat membawa gaung MES ke tingkat nasional bahkan global. Namun, dua tahun pasca MUNAS IV tahun 2023, realitas menunjukkan hal sebaliknya: aktivitas organisasi meredup, program merosot, dan struktur kepengurusan melemah hingga menimbulkan stagnasi.
Fenomena ini dapat dianalisis melalui teori kepemimpinan dan gerakan sosial. Dari perspektif manajemen organisasi, kepemimpinan yang terlalu simbolik—karena kesibukan seorang Menteri negara—menyebabkan dependency trap, di mana organisasi terlalu bertumpu pada figur, bukan pada sistem. Arah strategis menjadi kabur, mesin operasional kehilangan ritme, dan kaderisasi berhenti.
Dalam perspektif social movement theory, stagnasi MES muncul karena melemahnya tiga unsur pokok: 1. resource mobilization (sumber daya yang tidak termobilisasi optimal), 2. political opportunity (dukungan negara yang tidak ditransformasikan menjadi gerakan masyarakat), dan 3. framing (narasi perjuangan yang bergeser dari gerakan rakyat menjadi simbolisme elitis).
Kondisi ini membuat MES kehilangan posisi sebagai grassroots movement yang independen. Kegiatan lebih bersifat sporadis, hubungan dengan UMKM, pesantren, dan koperasi syariah melemah, serta ruang intelektual akademis menghilang.
Padahal, sejak awal MES dibangun bukan sekadar sebagai forum elite, tetapi sebagai jembatan masyarakat sipil dengan kebijakan negara. Jika stagnasi ini dibiarkan, MES hanya akan menjadi organisasi papan nama tanpa daya dorong signifikan dalam ekosistem ekonomi syariah nasionalyang berdampak.
2. Strategi Kebangkitan: Reorientasi Kepemimpinan dan Basis Gerakan
Kebangkitan MES adalah kebutuhan strategis, bukan hanya untuk organisasi itu sendiri, tetapi juga untuk kepentingan nasional. Indonesia sebagai negara muslim terbesar memiliki potensi besar dalam perbankan syariah, industri halal, zakat, wakaf, dan UMKM. Tanpa MES yang aktif, potensi itu kehilangan penggerak sosial yang bisa menyatukan umat, menjembatani regulator, dan memperkuat daya saing bangsa dalam percaturan global.
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah reformasi kepemimpinan. MES memerlukan pemimpin operasional harian yang hadir, visioner, dan mampu mengeksekusi program. Posisi Sekjen atau Ketua Harian harus diisi figur yang bukan hanya populer, tetapi juga berkapasitas intelektual, berpengalaman dalam gerakan ekonomi syariah, dan memiliki jaringan luas. Kepemimpinan seperti ini akan menjadi motor harian yang menjaga kontinuitas gerakan. Struktur MES saat ini sebaiknya berubah kepada pejuang ekonomi syariah sejati.
Kedua, MES harus kembali ke basis masyarakat. Literasi keuangan syariah harus diperkuat kembali melalui pesantren, masjid, perguruan tinggi, dan komunitas. Program pendampingan UMKM, penguatan koperasi syariah, dukungan terhadap BMT, hingga pemberdayaan industri halal lokal perlu menjadi garda depan. Inilah yang membedakan MES dari lembaga negara: kedekatannya dengan umat, kemampuannya menyerap aspirasi, dan perannya sebagai organisasi masyarakat sipil yang mandiri.
Ketiga, MES perlu memperkuat sinergi lintas lembaga. Kolaborasi jangka panjang dengan BI, OJK, KNEKS, IAEI, MUI, dan kementerian terkait harus diwujudkan dalam bentuk program bersama, bukan sekadar seremoni. Sinergi ini dapat mencakup literasi keuangan, sertifikasi halal, integrasi zakat-wakaf dengan keuangan syariah, serta riset bersama industri halal.
Keempat, MES harus menghidupkan kembali ruang intelektual. Forum diskusi, think tank, dan kajian akademis perlu diaktifkan agar MES tidak kehilangan roh intelektual syariah. Tanpa basis intelektual, gerakan hanya akan menjadi jargon politik. Selain itu, pemanfaatan teknologi digital menjadi keharusan.
Platform edukasi daring, marketplace halal, aplikasi komunitas, serta kanal komunikasi publik akan membawa MES menjangkau generasi muda yang merupakan pilar keberlanjutan gerakan.
Dengan reorientasi kepemimpinan, penguatan basis akar rumput, sinergi kelembagaan, dan penghidupan kembali ruang intelektual, MES berpeluang bangkit. Ia dapat kembali menjadi rumah besar umat Islam dalam pembangunan ekonomi syariah.
Dari stagnasi menuju kebangkitan, MES akan membuktikan bahwa Indonesia bukan hanya negara muslim terbesar, tetapi juga calon pusat ekonomi syariah dunia.
Ayo Prof Agus.. Kita Terus berjuang menyuarakan ide2 perbaikan bagi masa depan ekonomi Islam baik melalu MES dan IAEI.. agar menjadi warisan jariyah yang abadi..bismillah.